Betul bahwa kini kita berada di era teknologi. Sehari-hari kita sangat dekat dengan teknologi, tidak ada yang menampik hal tersebut.
Namun apakah kita harus terus menerus 24 jam menggunakan produk teknologi? Tentu saja tidak bukan? Tidak elok rasanya jika 24 jam waktu kita hanya digunakan untuk bermain atau menggunakan gadget saja.
Terlebih lagi pada zaman sekarang, hampir seluruh masyarakat terutama generasi Z terlalu kecanduan dengan gadget. Sehari-hari main gadget saja kerjaannya, tidak ada yang lain.
Kisah Inspiratif Achmad Irfandi, Dirikan Kampung Lali Gadget Demi Atasi Kecanduan Teknologi

satu-indonesia.com
Fakta inilah yang membuka mata dan ide seorang Achmad Irfandi. Ia adalah seorang pemuda yang berasal dari Dusun Bander, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Achmad Irfandi mendirikan sebuah proyek bermain dan belajar bagi anak agar tidak kecanduan ponsel atau gawai. Proyek tersebut ia beri nama “Kampung Kali Gadget” atau jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah kampung lupa gadget. Dari namanya sudah jelas, melalui proyek ini ia berharap orang-orang bisa melupakan sejenak gadget.
Kampung Lali Gadget ini ia dirikan langsung di Kampung Halamannya, Sidoarjo Jawa Timur. Menurut Achmad Irfandi, tujuan pendirian Kampung Lali Gadget ini bukan sekedar bertujuan mengatasi masalah kecanduan gadget, melainkan juga membuat anak-anak lebih tertarik dengan permainan tradisional yang mulai ditinggalkan.
Kampung Lali Gadget pertama kali dibentuk pada 3 Agustus 2018. Ternyata sambutan masyarakat ternyata cukup baik, banyak orang yang tertarik, bahkan ikut berdonasi.
Cerita Achmad Irfandi mendirikan Kampung Lali Gadget berawal ketika ia seorang teman mengunjungi Irfandi di kampungnya. Dia yang mengajak Irfandi mengadakan kegiatan literasi untuk anak-anak, seperti menggambar, mewarnai, mendongeng, dan membaca buku.
Setelah melihat fakta yang sesungguhnya, Irfandi pun memulai aksinya membangun Kampung Lali Gadget. Ia ingin melawan candu teknologi melalui permainan tradisional.
Kampung Lali Gadget memang sengaja didesain ramah anak dan jauh dari kesan modern. Ada pendopo, kebun yang rindang, banyak pepohonan teduh, dan sawah supaya anak kembali ke dunianya yang seharusnya yaitu bermain.
Pada awal merintis, semua ia lakukan sendiri termasuk soal biaya. Irfandi dan teman-teman membiayai sendiri kebutuhan untuk aksi ini, termasuk dari usahanya membuat suvenir.
Bukan tanpa alasan mengapa permainan tradisional yang dipilih. Permainan tradisional adalah budaya bangsa yang seharusnya dilestarikan. Menurut Kemendikbudristek RI, permainan rakyat dan olahraga tradisional masuk ke dalam 10 objek budaya dalam Undang-undang Pemajuan Kebudayaan.
Lulusan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya ini berpendapat bahwa bermain permainan tradisional itu sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Anak banyak bergerak dan berinteraksi, sehingga secara tidak langsung mereka juga belajar.
Program Beasiswa di Kampung Lali Gadget

Di Kampung Lali Gadget yang didirikannya, Achmad Irfandi juga memiliki program unggulan yaitu Beasiswa Bermain.
Anak-anak akan bermain sambil belajar setiap Minggu dengan tema yang berbeda-beda. Contohnya, bermain dengan daun, air, baru atau buah-buahan.
Di kampung ini, bermain dan belajar disetarakan karena sama-sama berkontribusi untuk membangun kecerdasan anak. Sedangkan pada hari biasa, banyak sekali guru dan murid-murid yang datang dari berbagai sekolah untuk menjalani pembelajaran berbasis tradisional
Dinamakan beasiswa bermain karena di Kampung Lali Gadget anak bisa bermain sambil belajar sepuasnya tanpa harus membayar sepeser pun. Setelah berjalan 5 tahun, program ini sudah mulai terlihat hasilnya. Anak-anak memiliki mainan sendiri sehingga jauh dari gadget, bahkan sudah ada yang bisa membuat mainan sendiri
Luar biasa bukan?
Kisah Achmad Irfandi ini sangat inspiratif! Perjalanan hidupnya memberikan motivasi besar untuk terus berusaha dan pantang menyerah. Terima kasih sudah membagikan cerita penuh semangat ini!